Selasa, 07 Agustus 2012

ASPEK YANG MENGGAMBARKAN ADA PERKEMBANGAN PADA INDIVIDU ANAK

Makna Belajar Melalui Bermain Bagi Anak Usia Dini Bagi seorang anak, bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, bekerja, dan belajar. Anak – anak akan menikmati permainannya sampai kapan pun dan akan terus melakukannya di manapun mereka memiliki kesempatan, sehingga bermain salah satu cara anak usia dini untuk belajar, karena melalui bermain anak mulai belajar tentang apa yang ingin mereka ketahui dan akhirnya mampu mengenal semua peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, seperti bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Secara umum jenis permainan anak dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu : Permainan aktif, permainan melibatkan lebih dari satu orang anak. Bentuknya bisa berupa olahraga yang bermanfaat untuk mengolah kemampuan kinestesik. Bentuk permainan ini secara tidak langsung juga melatih aspek kognitif anak untuk belajar mengatur dan menentukan strategi dalam meraih kemenangan, serta mengasah aspek afektif anak untuk bersikap sportif dan belajar menerima kekalahan ketika ia gagal dalam bermain. Permainan pasif , permainan ini dilakukan tanpa teman yang nyata, seperti main game. Permainan ini memiliki sisi positif dan negatif. Positifnya ialah anak bisa memiliki keterampilan tertentu. Misalnya, main game di komputer biasanya membutuhkan keterampilan dan strategi. Alat Permainan Edukatif Anak Usia Dini Pertimbangan Dalam Pemilihan Alat Permainan Edukatif APE didesain untuk kepntingan pendidikan, yaitu upaya mengoptimalkan potensi kemanusiaan serta peserta didik. karena itu, kita tidak bisamemilih APE secara sembarangan dan asal sebab pada akhirnya hal ini justru dapat kontraproduktif dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Terkait dengahal ini, ada beberpa hal yang perlu diperahatikan dalam memilih bahan dan peralatan belajar dan bermain anak, antara lain : ditunjukan untuk AUD, dapat berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan anak. alat permainan edukatif harus dirancang sesuai dengan rentang usia AUD. contoh puzzle yang dibuat dengan sesuai usia anak. aspek-aspek perkembangan yang dapat dikembangkan adalah aspek fisik motorik (halus dan kasar) emosi, sosial, bahasa, kognitif dan moral dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk (multiguna. meski APE memiliki kekhususan untuk mengembangkan aspek perkembangan tertentu, akan tetapu APE tersebut juga dapat meningkatkan lebih dari satu aspek perkembangan. contohnya : balok bangunan dengan berbagai warna,macam bentuk dapat disusun sesuai dengan kehendak anak. aman bagi anak. APE dirancang dengan memperhatikan tingkat keamanan dan keselamatan anak, mislanya dalam penggunaan cat. yang dimana cat yang digunakan tidak mengandung racun dan tidak mudah mengelupas. jika menggunakan sudut mainan tidak runcing melainkan tumpul agar tidak membahayakan anak. dirancang untuk. Pengertian Dan Karateristik Anak Usia Dini Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14). Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan 1/5 tersebut. Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut. Anak bersifat unik. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. Anak bersifat aktif dan enerjik. Anak itu egosentris. Pembelajaran Anak Usia Dini (0-3 Tahun) Pembelajaran anak usia dini (0-3 tahun) Pembelajaran anak usia dini berbeda dengan anak sekolah dasar. Yang diperlukan disini adalah pemberian stimulasi yang paling efektif. Dalam masalah ini, ibu sangat berperan penting dalam menentukan kecerdasan anak. Stimulasi sebaiknya diberikan secara kompleks tapi ringan, mulai dari stimulasi bahasa gerakan dan sentuhan 1. Pemberian Stimulasi yang Tepat Bahasa dan suara Bayi yang baru lahir sekalipun tidak bisa berbicara tapi perlu diberi stimulasi bahasa. Fungsi berbahasa bersama fungsi perkembangan pemecah masalah visualmotor merupakan indikator yang paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Selanjutnya, berikan stimulasi bahasa melalui pembicaraan. Ajaklah bayi bicara dengan suara yang lembut dan bahasa yang halus. Anggaplah sang bayi sudah mampu berbicara. Lantunkan lagu-lagu dengan ritme yang indah dan teratur. Anda bisa memutarkan musik, karena musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Karena musik memiliki 3 unsur yaitu irama mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni dapat mempengaruhi ruh. 2. Musik dan Kecerdasan Bayi Bagaimana musik mempengaruhi otak bayi? Proses pengenalan musik akan melibatkan banyak daerah otak. Di otak terdapat pusat asosiasi penglihatan dan pendengaran yang berfungsi mengartikan objek yang dilihat dan didengar. Informasi dari pusat yang berada di permukaan otak tersebut akan diteruskan ke pusat emosi yang diatur dalam sistem limbik. Dari pusat pengatur emosi ini. Bagaimanakah Cara Yang Efektif Dalam Mendidik Anak Usia Dini? Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menurut pakar pendidikan, usia dini (0 – 6) tahun adalah usia emas yang sangat berpengaruh pada kepribadian anak selanjutnya karena perkembangan IQ, EQ, dan SQ berkembang sampai 80%. Pendidikan anak dini usia bukan sekedar mengetahui tingkat kemampuan atau tingkat perkembangan anak pada setiap tingkat usia tertentu seperti menangis jika merasa terganggu, berteman, bercerita dan lainnya, tetapi harus mengetahui proses perkembangan anak pada semua aspek perkembangan untuk dapat dioptimalkan. Berikut ini akan saya paparkan cara efektif mendidik anak usia dini yaitu : Mendidik anak lewat cara bermain Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang diarahkan, mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta 1-3 bahasa." L ewat bermain, anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam keadaan yang tenang. Saat tenang. Pentingnya Bermain Untuk Anak Usia Dini Pentingnya BermainUntuk Anak Usia Dini Kebutuhan anak akan bermain padadasarnya sama, baik di kota maupun di desa. Yang berbeda adalah bentuk& jenis permainan, frekuensi serta area bermainnya. Di kalangan pendidikan,kebutuhan bermain bagi anak2 usia dini tersebut direspon dengan banyaknyaLembaga Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) yang bermunculan. Lembaga- lembaga tersebut pada dasarnya dimaksudkan untukmemberikan ruang dan waktu kepada anak usia dini untuk tumbuh dan berkembang melalui BERMAIN dalamberbagai bentuk dan tema. Pengertian Bermain bagi anak usia dini dan Arti pentingnya bermain dalam tinjauanakademis lembaga Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD) BERMAINBermain merupakan setiap kegiatan yangdilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasilakhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan. PengaruhBermain Bagi Perkembangan Anak yakni 1.Fisik Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruhbagian tubuhnya. Bermaian juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yangberlebihan yang bila terpendam terus akan membuat anak tegang, gelisah danmudah tersinggung. 2.DoronganBerkomunikasi Agar dapat bermain dengan baik bersama yang lain, anak harus belajarberkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harusbelajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain 3.PenyaluranBagi energi Emosional yang Terpendam Bermain. DUNIA REMAJA Remaja merupakan salah satu periode kehidupan yang dimulai dengan perubahan biologis pada masa pubertas dan diakhiri dengan masuknya seseorang ke dalam tahap kedewasaan. Dua ratus tahun yang lalu, periode ini tidak dikenali.Kata-kata ‘remaja' belum digunakan, dan masa perkembangan hanya dibedakan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Munculnya kemampuan bereproduksi yang disebut dengan ‘pubertas‘ menjadi batas antara dua tahap perkembangan ini. Munculnya tahap remaja dalam periode kematangan seksual dan sosial ditandai dengan semakin berkembangnya kompleksitas masyarakat. Sejalan dengan makin beragamnya fungsi sosial, semakin meningkat pula kualifikasi yang diperlukan dalam dunia kerja. Hal ini mendorong berkembangnya pendidikan formal. Secara bersamaan, peraturan yang melarang penggunaan tenaga kerja anak-anak, semakin meningkatnya usia harapan hidup, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap transformasi sosial memberikan sumbangan terhadap semakin mantabnya masa remaja sebagai salah satu tahap perkembangan yang penting.Untuk waktu yang lama, remaja dimaknai sebagai masa transisi, tidak lebih dari masa selintas menuju kedewasaan, masa yang ditandai dengan instabilitas dan keresahan. Meskipun remaja bermasalah tidak bisa dianggap mewakili kelompok usia remaja secara keseluruhan, pada saat yang bersamaan remaja dipandang sebagai periode emosi yang tidak stabil dan terganggu, serta masa pemberontakan.Saat ini, dengan pengetahuan ilmiah pada proses pengalaman remaja, masa remaja secara luas dipandang sebagai periode. Perkembangan Anak Taman Kanak-Kanak Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri. Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek : gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak atau radiathul anfal. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan yang ditujukan untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak dini sehingga anak dapat berkembang secara wajar sebagai seorang anak. Melalui suatu proses pembelajaran sejak usia dini, diharapkan anak tidak saja siap untuk memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, tetapi yang lebih utama agar anak memperoleh rangsangan-rangsangan fisik-motorik, intelektual, sosial, dan emosi sesuai dengan tingkat usianya. Membantu proses pengembangan berbagai aspek perkembangan anak perlu diawali dengan pemahaman tentang perkembangan anak, karena perkembangan anak berbeda dengan perkembangan anak remaja atau orang dewasa. Anak memiliki karakteristik tersendiri dan anak memiliki dunianya sendiri. Untuk mendidik anak usia dini, perlu. Manfaat Bermain Bagi Anak Usia Dini PAUD adalah pendidikan anak usia dini untuk usia anak 0-6 tahun bagian dari pendidikan pra-sekolah dan termasuk pendidikan non formal. Tetapi dalam PAUD sendiri dibagi menjadi PAUD formal yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Atfal (RA); dan PAUD non-formal yang terdiri dari Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), TPQ, Fullday School, dll. Golden Age Sebelum membahas manfaat bermain, kita lihat PAUD dari sisi yang lain. PAUD di Purworejo sampai hari ini masih dianggap sebelah mata oleh masyarakat, padahal dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak usia dini adalah masa ”golden age” periode perkembangan kognitif, bahasa dan sosial emosional mengalami titik puncaknya. Keterlambatan stimulasi pada usia ini mempunyai efek jangka panjang dalam kehidupan seorang manusia. Pentingnya PAUD juga dikemukakan oleh Feldman (2002) bahwa masa balita merupakan masa emas yang tidak akan berulang karena merupakan masa paling penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan bersosialisasi. Kenyataan ini memperkuat keyakinan bahwa pendidikan dasar bagi anak seyogianya dimulai sedini mungkin. Penelitian tentang otak menunjukkan sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50%, pada usia 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar 20% diperoleh pada saat berusia 8 tahun ke atas. Artinya apabila pendidikan baru dilakukan pada usia 7 tahun. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut : 1. Usia 0 – 1 tahun Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain : Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan. Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya. Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya. 2. Usia 2 – 3 tahun Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara. Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14). Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut. Anak bersifat unik. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. Anak bersifat aktif dan enerjik. Anak itu egosentris. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak masih mudah frustrasi. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut. Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi. Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak. Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi dan terinternalisasi. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks social budaya yang majemuk. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social, dan pengetahuan yang diperolehnya. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis. Karakteristik Anak Usia Dini Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut : a.Usia 0 – 1 tahun Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain : 1.Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan. 2.Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya. 3.Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya. b.Usia 2 – 3 tahun Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik. Perkembangan Motorik Kasar dan Halus Perkembangan Motorik Kasar dan Perkembangan Motorik Halus Perkembangan Motorik Kasar dan Perkembangan Motorik Halus Perkembangan Motorik Kasar Tugas perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar dan menangkap,serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini diperlukan dalam meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia 4 tahun, anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang mengandung bahaya, seperti melompat dari tempat tinggi atau bergantung dengan kepala menggelantung ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun keinginan untuk melakukan kegiatan berbahaya bertambah. Anak pada masa ini menyenangi kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan lari atau kegiatan lainnya yang mengandung bahaya. Perkembangan Gerakan Motorik Halus Perkembangan motorik halus anak taman kanak-kanak ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Hal ini disebabkan oleh keinginan anak untuk meletakkan balok secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri. Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan. Landasan Teoretis-Ilmiah Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah Dalam buku bertajuk ’How Communities Build Stronger Schools’, Anne Wescott dan Jean L. Konzal menggambarkan pola hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam tiga paradigma yang mengalami perubahan dan perkembangan. Ketiga paradigma hubungan tripusat pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.Paradigma lama Orangtua dalam keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat serta warga masyarakat memiliki hubungan sesuai dengan kepentingan masing-masing dalam urusan pendidikan. Dalam paradigma lama ini, hubungan tripusat pendidikan ini berlangsung sebagai satuan pranata sosial yang berdiri sendiri dan berada dalam posisi yang terpisah-pisah. Menurut Anne Wescott dan Jean L. Konzal, paradigma ditandai dengan adanya beberapa karakteristik sebagai berikut: (1)menitikberatkan pada kecakapan akademik dan pengetahuan, (2)hubungan sekolah terkontrol, komunikasi satu arah, (3)birokratis, impersonal, dan terjadi komunikasi satu arah, (4)saling melindungi diri, defensif, (5)hirarkis, tidak semua orang dipandang sama, (6)perbedaan kultural dan sosial tidak mendapatkan perhatian secara wajar, (7)beberapa keluarga dan siswa termarjinalisasi, (8)orangtua dipandang sebagai sumber masalah dan kritik, dan (9)masyarakat dipandang sebagai orang lain, kecuali diperlukan. Guru dan warga sekolah dalam paradigma lama ini pada umumnya masih berkutat pada pertanyaan, ”What can parents, community members, and organizations do for us?” atau “Apa yang orangtua, warga masyarakat, dan organisasi masyarakat dapat lakukan untuk kami (sekolah)?” Jawaban yang ingin mereka dapatkan dari pihak orangtua dan masyarakat hanya berupa uang transpor atau baju seragam atau honorarium kelebihan jam mengajar. Jadi, guru dan warga sekolah masih terfokus pada dukungan finansial dari keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, keluarga dan warga masyarakat pun sudah merasa telah memberikan peran utamanya, jika ia telah memberikan dukungan finansial kepada sekolah. Masalah proses belajar mengajar, urusan belajar anak di rumah, pembinaan moral peserta didik, seluruhnya telah diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Orangtua dan masyarakat hanya ingin tahu bahwa anaknya lulus dengan nilai yang tinggi. Kalau kemudian ada anak yang perilakunya tidak baik, atau tidak dapat mencapai standar kelulusan, orangtua dan masyarakat akan segera mengembalikan tanggung jawab semua itu kepada sekolah. 2.Paradigma Transisional Dalam paradigma transisional, hubungan antara sekolah dan orangtua telah berkembang sebagai hubungan kerja sama yang sudah interaktif. Pola hubungan dalam paradigma transisional ini memiliki beberapa karakteristik yang agak berbeda dengan karakteristik paradigma lama, antara lain adalah: (1)menitikberatkan pada penguasaan akademik dan perkembangan individual siswa, (2)hubungan sekolah diarahkan, (3)kurang birokratis, lebih manusiawi, dan telah terjadi hubungan dua arah, (4)proaktif, (5)lebih inklusif, (6)perbedaan kultural dan sosial sudah memperoleh perhatian, (7)kerja sama dengan orangtua sudah terbentuk secara terbatas, (8)menjalin hubungan dengan masyarakat jika bermanfaat kepada sekolah, dan (9)guru mulai mengadakan penelitian tentang kegiatan belajar mengajar tetapi belum melibatkan orangtua dalam proses ini. Beberapa karakteristik paradigma lama sudah mulai mengalami perubahan, meski belum secara total. Sebagai contoh, perhatian orangtua dan masyarakat terhadap anak-anak dari keluarga tidak mampu sudah mulai tumbuh, misalnya dengan adanya program beasiswa atau program subsidi silang. Dengan demikian, lembaga pendidikan sekolah sudah tidak terlalu birokratis lagi. Sekolah sudah menjadi lebih inklusif. Dalam konteks paradigma transisional, sekolah dan keluarga menanyakan kepada diri dan masayakat ”how can parents, community members, organizations helps us do our job better” atau “bagaimana orangtua, warga masyarakat, organisasi sosial dapat membantu kita untuk melaksanakan tugas secara lebih baik”. 3.Paradigma Baru Karatkteristik hubungan tripusat pendidikan dalam paradigma baru ini telah benar-benar berubah secara total, yang berbeda dengan paradigma sebelumnya, yakni: (1)menitikberatkan perhatian pada siswa secara keseluruhan, baik aspek akademis maupun perkembangan individualnya, (2)tidak ada batas hubungan antar keluarga, sekolah, dan masyarakat, (3)terjadi budaya menemukan, belajar, melindungi, dan membimbing; guru dan orangtua melaksanakan penelitian tindakan bersama-sama, (4)keikutsertaan secara personal, (5)tidak hirarkis,sepenuhnya inklusif, setiap orang merasa dirangkul, (6)perbedaan budaya dan sosial dihargai dan dipelihara dengan baik, (7)terdapat kerjasama antara orangtua dan masyarakat, (8)orangtua dan warga masyarakat sebagai patner, (9)menemukan manfaat bersama sebagai tujuan, (10)pilihan banyak dan cara untuk mencapainya juga banyak. Dalam paradigma baru ini, semua orang (orangtua dalam keluarga, kepala sekolah dan guru di sekolah, serta warga masyarakat) secara bersama-sama mengajukan pertanyaan tentang ”what can all of us together do to educate all children well” atau tentang ”apa yang kita dapat kerjakan bersama untuk mendidik semua anak dengan baik”. Dalam hal ini, pertanyaan tentang bagaimana cara mendidik peserta didik itu tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab profesional para pendidik dan kepala sekolah dan tenaga administrasi di sekolah saja, melainkan telah melibatkan peran serta secara sinergis dari semua stakeholder pendidikan. Dengan kata lain, pemangku kepentingan pendidikan (stakeholder) tidak lagi pernah menyebut ”murid saya’, atau ”siswa saya”, atau ”siswa-siswa itu” atau ”anak-anak saya”, melainkan dengan sebutan kolektif ”anak-anak kita”. Dengan demikian, paradigma baru tentang hubungan tripusat pendidikan ini telah memandang lembaga pendidikan sekolah sebagai milik bersama. Dengan kata lain, tidak ada lagi ”single fighter” dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Apa yang dapat kita kerjakan bersamasama untuk mendidik semua peserta didik dengan baik? Berdasarkan kajian teoritis-ilmiah tersebut di atas, paradigma hubungan keluarga, sekolah, dan masyarakat di Indonesia masih dalam paradigma lama dan mulai berubah ke paradigma transisional. Beberapa indikasi utama dapat disebutkan sebagai berikut: 1)Keluarga, sekolah, dan masyarakat masih memandang hasil belajar siswa lebih pada sisi kecakapan akademik dan pengetahuan. Nuansa akademik masih lekat dalam pandangan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keberhasilan siswa dalam pendidikan lebih diukur dari aspek akademis semata-mata. Orangtua, sekolah, dan masyarakat merasa sudah melaksanakan tugas pendidikan jika anak-anak telah berhasil menggondol juara kelas atau menduduki peringat satu dalam aspek akademis. Aspek-aspek yang berkenaan dengan perkembangan kepribadian anak, disiplin, moralitas, dan berbagai macam kemampuan nonakademisnya seharusnya juga memperoleh perhatian yang sama. Kelahiran Kurikulum Berbasis Kompetensi pada hakikatnya bertujuan mengurangi orientasi akademis dengan menekankan aspek kompetensi dalam seluruh aspek kemampuan siswa. 2)Hubungan keluarga dan sekolah masih bersifat satu arah, biokratis, dan hirarkis. Hubungan seperti ini masih kental dalam kegiatan sekolah. Orangtua siswa akan datang ke sekolah dalam acara pengambilan rapor, pertemuan orang-tua siswa, penerimaan siswa baru, atau panggilan resmi dari kepala sekolah karena ada masalah yang berkenaan dengan kenakalan siswa masih bersifat birokratis. Dengan kata lain, hubungan sekolah dan orangtua siswa masih bersiifat satu arah, yakni dari sekolah kepada orangtua siswa. Belum banyak arah yang sebaliknya. Paling-paling surat pemberitahuan karena anaknya sakit, atau memintakan izin anak karena ada keperluan keluarga. Belum ada misalnya surat dari warga masyarakat atau orangtua yang berisi evaluasi atau masukan kepada sekolah. Dalam paradigma lama, sekolah dipandang sebagai unit birokratis yang terendah dalam satu hierarkis organisasi departemen pendidikan. Sebagai unit birokratis, maka pola layanan pendidikan kepada keluarga dan masyarakat menjadi kaku, karena adanya jalur-jalur birokrasi tertentu. Sebagai misal, untuk mengundang orangtua siswa perlu surat resmi dari sekolah. Sehingga kehadiran orangtua siswa ke sekolah yang tidak kerena surat panggilan seperti itu sering menimbulkan pertanyaan ’ada apa’ atau’ apakah Anda menerima surat panggilan dari sekolah’. Dalam hal ini sekolah lebih memosisikan dirinya lebih tinggi dari orangtua siswa. Posisi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat seharusnya setara. 3)Antara keluarga dan sekolah masih saling bersifat defensif. Merasa sebagai unit birokrasi terendah, maka hubungan antara sekolah dan keluarga lebih bersifatr defensif. Sekolah tidak merasa perlu berhubungan dengan keluarga dan masyarakat jika tidak ada keperluannya. Demikian juga sebaliknya pandangan orangtua dan masyarakat terhadap sekolah. Kalau ada masalah kenakalan anak, prestasi belajar yang rendah, sebagai misal, orangtua akan menyalahkan sekolah. Sebaliknya, menurut keluarga dan masyarakat, kesalalahan itu terletak pada pundak sekolah. Masalah itu seharusnya menjadi tanggung jawab bersama. 4)Perbedaan kultural dan sosial masih kurang mendapatkan perhatian secara wajar dan beberapa siswa termarjinalisasi, misalnya karena faktor sosial ekonomi. Sebagaimana proses belajar mengajar yang berlaku secara klasikal, maka perbedaan kultural dan sosial peserta didik kurang memperoleh perhatian dari sekolah secara wajar. Sebagai contoh, seorang guru kelas atau wali kelas tidak secara dini mengetahui latar belakang keluarga siswa. Sang guru baru mengetahui kondisi keluarga seorang siswa ketika sang anak tidak membayar uang sekolah untuk sekian bulan. Setelah ia menanyakan kepada siswa tersebut barulah diketahui bahwa siswa tersebut ternyata berasal dari keluarga yang beban hidupnya ditopang dari pekerjaan ibunya sebagai tukang cuci untuk para tetangganya. Seharusnya masalah tersebut sejak dini telah menjadi kepedulian bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Mediator antara tripusat pendidikan ini dapat dilakukan oleh Komite Sekolah. 5)Sekolah masih sering memandang orangtua sebagai sumber masalah dan kritik. Ada kecenderungan saling menyalahkan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat jika terjadi permasalahan peserta didik. Sekolah menganggap keluarga dan masyarakat hanya sebagai tukang kritik. Sebaliknya keluarga dan masyarakat menganggap sekolah kurang cakap dalam mendidik anak-anak mereka, tanpa memberikan masukan kepada sekolah. 6)Sekolah sering memandang masyarakat sebagai orang lain atau pihak yang berada di luar sekolah, kecuali diperlukan. Terkait dengan hubungan yang bersifat birokratis dan hierarkis tersebut, sekolah sering memandang masyarakat sebagai pihak yang berada di luar sekolah, kecuali diperlukan. Jadi keluarga, sekolah, dan masyarakat akan berhubungan jika diperlukan saja. Komitmen perlunya berkomunikasi dan bekerja sama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat hanya merupakan komitmen insidental, temporer, bukan komitmen abadi untuk kepentingan generasi muda bangsa. Berdasarkan gambaran singkat tentang pola hubungan tripusat pendidikan tersebut, maka kehadiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah memiliki landasan teoretis-ilmiah yang cukup kuat. Diharapkan kehadiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat memperbaiki pola hubungan tripusat pendidikan menjadi lebih baik lagi di masa mendatang sesuai dengan paradigma baru. Beberapa karakteristik dalam paradigma lama memang masih melekat dalam hubungan tripusat pendidikan di Indonesia. Namun demikian, di beberapa sekolah swasta di Indonesia pola hubungan itu mungkin lebih maju dibandingkan dengan di sekolah negeri. Hal ini terjadi, karena sekolah negeri di masa lalu lebih banyak memperoleh perhatian dan bantuan yang lebih banyak dibandingkan dengan sekolah swasta. Sementara kehidupan sekolah swasta amat ditentukan oleh peran serta orangtua dan masyarakatnya. Oleh karena itu, tidak boleh tidak sekolah swasta harus dapat menggandeng orangtua dan masyarakat untuk menyatu secara singergis dalam membangun sekolah dan meningkatkan mutu pendidikannya. Sekolah dan orangtua serta masyarakat dalam posisi yang saling memerlukan. Pola hubungan tripusat pendidikan diharapkan akan berubah menjadi lebih baik dengan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang menjadi wadah peran serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan catatan, lembaga itu tidak hanya sekedar menjadi stempel sekolah, seperti yang terjadi dengan BP3 atau POMG di masa lalu. Sebagai contoh, inilah yang terjadi di satu Sekolah Dasar yang boleh disebut telah mulai menerapkan paradigma baru ini. Menjelang kegiatan ulangan semester, semua orangtua siswa diundang ke sekolah. Dalam arena pertemuan yang sengaja dibuat tidak formal itu, semua siswa dan didampingi oleh masing-masing orangtuanya bertatap muka dengan kepada sekolah dan semua guru. Kepala sekolah menjelaskan tentang rencana kegiatan ulangan semester itu, yang menurut jadwal kurang dua minggu lagi. Akan lebih baik lagi jika jadwal ini dapat dilihat setiap hari pada papan pengumuman di halaman sekolah. Bunyinya ”Ulangan Semester kurang 14 hari lagi”. Setiap hari papan pengumuman ini akan diganti menjadi ”kurang 13 hari lagi”, “kurang 12 hari lagi” dan seterusnya. Sehari kemarin papan pengumuman itu masih tertulis ”Ulangan Semester kurang 15 hari lagi”. Pada saat papan pengumuman tersebut tertulis ”Ulangan Semester kurnag 14 hari lagi”, semua orangtua telah diundang ke sekolah untuk memperoleh penjelasan dari kepala sekolah tentang apa yang telah dilakukan sekolah selama ini dan apa saja yang perlu dilakukan oleh orangtua, termasuk untuk mendorong anaknya untuk belajar dan memberikan doa restu kepada siswa. Acara diakhiri dengan acara permohonan doa restu anak-anak kepada orangtua dan kepada semua gurunya dengan cara saling berjabat tangan. Ini merupakan satu prosesi yang terjadi di satu sekolah dasar swasta terkenal di Yogyakarta. Contoh tersebut minimal dapat dijadikan satu model atau bahan diskusi lebih lanjut tentang apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Semua itu dilakukan sematamata untuk kepentingan pendidikan siswa, anak-anak pewaris masa depan bangsa.

SEMANTIK

A.Pengertian Semantik Kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu “semainein” yang artinya “bermakna” sedangkan kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti “menandai” atau “memaknai” Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna bahasa. B.Jenis-Jenis Semantik Ada beberapa jenis semantik yaitu : 1.Semantik gramatikal = tatabahasa atau gramatikal yang meliputi tataran morfologi dan sintaksis 2.Fonologi = tidak ada semantik 3.Sematik klasikal = leksikal (kosa kata) C.Perkembangan Semantik Menurut Reisig perkembangan semantik dapat dibagi menjadi tiga masa pertumbuhan yaitu : a.Masa pertama : Pertumbuhan semantik yang oleh Ulam diistilahkan sebagai “underground Period” ditandai dengan munculnya konsep baru tentang gramatikal yang dikemukakan oleh reisig. b.Masa kedua Pertumbuhan semantik ditandai dengan munculnya karya sarjana Perancis, Michel Breal menjelang akhir abad ke-19 atau tepatnya pada tahun 19883 melalui karangannya yang berjudul “essai de semantique” c.Masa ketiga Pertumbuhan semantik ditandai dengan munculnya karya seseorang fonolog Swedia, Gustaf Stem yang berjudul “meaning and Change of meaning, with special refenrence to the english languange” pada tahun 1951 dalam karyanya Stem telah melakukan studi tentang makna secara empiris dengan betitik tolak pada suatu bahasa yaitu bahasa Inggris D.Hubungan Semantik Dengan Ilmu Lain Ada beberapa disiplin ilmu lain yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan semantik yaitu filsafat, psikologi, antropologi sastra dan linguistik. 1.Hubungan semantik dengan filsafat Ilmu semantik dan ilmu filsafat memiliki hubungan yang sangat erat karena dunia fakta yang menjadi objek perenungan merupakan dunia simbolik yang terwakili dalam bahasa, sementara aktivitas itu sendiri tidak dapat berlangsung tanpa adanya. 2.Hubungan semantik dengan psikologi Psikologi mengkaji kebermaknaan jiwa, sedangkan semantik mengkaji kebermaknaan kata, jadi keduanya sangat berhubungan karena keduanya terletak pada makna yang terkandung dalam satuan bahasa. 3.Hubungan semantik dan atropologi serta sosiologi Hubungan semantik dengan fenomena sosial dan budaya memang sudah selayaknya terjadi karena aspek sosial dan budaya berperan penting dalam menentukan bentuk, perkembangan dan perubahan makna satuan-satuan bahasa. 4.Hubungan semantik dan sastra Semantik dengan sastra memiliki hubungan yang sangat erat karena pembaca yang ingin memahami karya sastra secara sungguh-sungguh dan benar harus pula memahami ilmu tentang makna sebagai bekal awal. 5.Hubungan semantik dengan linguistik Semantik dan linguistik memiliki hubungan yang sangat erat karena linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa, baik yang berbentuk kata, frase, kalimat dan wacana yang terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan bentuk dan makna. ASPEK-ASPEK 1.Tanda Dan Lambang Tanda atau sign adalah substitusi utuk hal lain. Teori tanda dikembangkan oleh seorang pemikir Amerika, Pairce pada abad ke-18. Banyak cara mengklasifikasikan atau mengelompokan tanda. Berdasarkan sumber atau asal-usul tanda dibagi menjadi tiga jenis yaitu : a.Tanda yang ditimbulkan oleh alam yang diketahui manusia karena pengalaman. Misalnya : hari mendung adalah tanda akan segera turun hujan. b.Tanda yang ditimbulkan oleh binatang yang diketahui oleh masnusia dari suara binatang Misalnya : ayam berkokok adalah tanda hari mulai pagi c.Tanda yang ditimbulkan oleh manusia baik bersifat verbal maupun nonverbal Tanda dapat pula dibedakan berdasarkan indera yang digunakan sebagai dasar acuan. Berdasarkan hal ini kita mengenal tiga jenis tanda yaitu : •Auditif •Visual •Audio visual Tanda berbeda dengan lambang atau simbol, tanda hubungan yang langsung dengan kenyataan, sedangka lambang atau simbol tidak memiliki hubungan langsung dengan kenyataan. 2.Konsep Konsep merupakan istilah yang diajukan Lyons sebagai pengganti istilah “Thought” atau “reference” istilah ini sebenarnya sama dengan istilah makna. Ada dua unsur dasar dalam sistem tanda yang secara langsung memiliki hubungan dengan konsep atau makna yaitu: 1.Signifiant : unsur abstrak yang terwujud dalam lambang atau simbol 2.Signifikantor : makna dalam lambang atau simbol mampu mengadakan penjulukan Antara konsep dan lambang terdapat hubungan timbal balik. Hubungan antara konsep dengan acuan (objek) bersifat searah. Acuan atau objek memberikan stimulus kepada pemakai lambang atau penutur sehingga memiliki konsep, sedangkan hubungan antara lambang dengan acuan bersifat arbiter setiap lambang atau simbol yang berupa kata mempunyai konsep. 3.Penamaan Nama merupakan kata-kata atau sitilah yang menjadi label setiap benda, aktifitas dan peristiwa. Misalnya nama binatang, buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan. Setiap cabang ilmu memberikan nama tertentu untuk suatu benda, fakta, kejadian atau proses. Banyak sebab-sebab atau peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya penamaan yaitu : 1.Peniruan bunyi 2.Penyebutan bagian 3.Penyebutan sifat atau khas 4.Penemu dan pembuat 5.Tempat asal 6.Bahan 7.Keserupaan 8.Pendekatan