Selasa, 06 September 2011



Isu global warming (pemanasan global) merupakan hal yang paling hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Pemanasan global menjadi momok yang sangat menakutkan dunia. Terlepas dari benar tidaknya teori tersebut, yang pasti bahwa kita telah sama-sama merasakannya yaitu peningkatan suhu bumu yang oleh sebagian ahli dikaitkan dengan green house effect (efek  rumah kaca). Belum lagi ditambah masalah  polusi dan penumpukan sampah plastik yang seolah membentuk deretan pulau-pulau baru diatas pulau yang kita huni ini. Secara klimotologis, iklim sekarang tak lagi dapat diprediksi dengan benar. Simak saja ramalan cuaca yang yang dipampang berbagai media, hampir sudah tidak ada benarnya lagi.
Sejenak dunia disibukkan dengan bencana yang terus menyapu tanpa koma, alam semakin menunjukkan keperkasaannya, seolah manusia adalah musuh yang harus dibasmi tanpa ampun. Bencana demi bencana gadir dengan segala variasi jenisnya, besar kecil skalanya maupun keragaman sebaran lokasinya, tak perlu disebutkan lagi hamper semua pulau di Nusantara ini telah merasakan betapa perkasanya alam ini yang seolah tak tertandingi lagi dengan ganasnya merenggut nyawa manusia. Lalu siapakah yang harus divonis bersalah akibat amukan bumi kita tercinta yang merupakan satu-satunya planet biru hunian manusia?.
Sesungguhnya bahwa penulis tidak sedang mengurai para pembaca yang budiman. Penulis hanya mencoba mentransfer semua realita yang terjadi kedalam sebuah opini yang mungkin memberikan sedikit manfaat bagi kita sekalian. Beberapa faktor yang dapat penulis simpulkan sebagai penyebab atas uraian terdahulu adalah :
1.      Peningkatan emisi Co2,
2.      Penebangan dan pembakaran hutan secara liar,
3.      Penumpukan sampah baik itu plastik maupun kertas dan
4.      Penambangan yang semakin marak dilakukan.
Sesungguhnya penyebab utama pemanasan global adalah peningkatan amisi Co2 diudara. Gas tersebut merupakan hasil dari pembakaran semua komponen organic yang ada dibumi ini. Peningkatan emisi ini tak bias dipungkiri bahwasannya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk didunia yang dibarengi dengan peningkatan jumlah industry, alat transportasi, PLTD, dll. Secara lokal bahwa gas Co2 menyebabkan global gas tersebut merupakan penyebab utama terjadinya polusi udara, namun efek rumah kaca dan penipisan lapisan ozon. Bayangkan saja jika jumlah kendaraan bermotor dikota Kupang mencapai angka 1000 maka barapakah emisi karbondioksida setiap tahunnya.
Plastic yang kita gunakan untuk keperluan sehari-hari seperti kantong belanja dan segala macam perabotan rumah tangga sesungguhnya berasal dari minyak bumi. Plastik tersebut merupakan jenis bahan yang tidak dapat terurai oleh mikroorganisme, disisi lain kebutuhan dunia akan plastik kian hari kian meningkat. Dengan demikian tidak mengherankan jika dibiarkan saja tanpa pengolahan kembali maka akan terjadi penumpukan plastik dilingkungan bahkan menjadi penyebab terjadinya banjir.
Jika fenomena ini terus terjadi maka penulis bisa memastikan bahwa kota Kupang hanya tinggal menunggu gilirannya untuk menjadi langganan banjir tahunan seperti yang terjadi di Jakarta. Salah satu cara untuk mengeliminasi sampah plastik yang umumnya dilakukan masyarakat adalah dengan membakarnya. Cara ini cukup ampuh karena akan mengurangi jumlahnya, namun sadarkah kita bahwa pembakaran tersebut menghasilkan berbagai macam gas seperti Co dan Co2 yang merupakan penyebab utama global warming.

Dengan kaca mata dunia bagaimana mengatasi global warming seolah sangat sulit terbayangkan. Namun tidaklah demikian jika dipandang dalam skala lokal. Bukankah globalnya sebuah masalah yang ditimbulkan juga karena kontribusi dari kondisi lokal?. Penulis ingin mengemukakan sebuah alasan atas uraian-uraian sebelumnya bahwa hampir semua penyebab terjadinya global warming menunjukkan ketergantungan kita pada minyak bumi yang sangat besar. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah movasi untuk menghasilkan alternatif. Energi baru ini selain harus mampu menggunakan bahan lokal yang tersedia juga harus mempertimbangkan aspek sustainable dari bahan bakar baru tersebut. Dengan cara tersebut maka secara tidak langsung kita tetap mempertahankan kesetimbangan antara Co2 dan O2 yang ada diudara.
Bukankah alam diciptakan dengan bermacam-macam sumber dalam alam yang dapat diperbaharui. Katakanlah untuk menggantikan minyak bumi sebagai sumber utama bahan bakar solar, bensin, dan minyak tanah telah ditemukan bahan bakar.
Lalu apakah kendala pengembangannya?.
Apakah NTT kekurangan bahan bakarnya?.
Masih banyak potensi alam NTT yang tak dapat penulis sebutkan satu demi satu yang menanti untuk dikembangkan. Potensi inilah yang harusnya digunakan untuk meningkatkan lapangan kerja sekaligus perekonomian masyarakat. Semuanya itu seharusnya dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan kita pada minyak bumi dari pada terus menerus berkutat pada pembuatan regulasi penambangan.
Kode Widget atau tulisan anda ada di sebelah kiri disini
Kode Widget atau tulisan anda ada di sebelah kanan disini