Selasa, 27 Desember 2011

Funny Story


By: Frido

Ok….. I will tell you about my funny story…………..
This story was happened about one year ago  when i was at second semester,  I had a friend In Kupang, his name was Heri Jela he was Rangga’s sometime friend and  when he got  holiday he came here  and  when he went back  to Kupang he invited me to follow him a just take place a traveling and before going there he told me that, there will be a party valentine day at their location, so I also Very glad when he told about that and finally the day after tomorrow  I mean at the time, I and Mr. Jela when to Kupang and when we arrived there. It was about at 3 oclock in the afternoon, we were very tired to directly when to bed, and early in the morning I said to him that, we came here not just a camping you in boarding house  I also have some appointment that I want to buy some books in Gramedia Shop and  we went to the place  and arrived  there,  at the time maybe tree times for me to see the Kupang city, but how pity I didn’t know  exactly about  all the ways   there, so I always follow  him from behind and after we arrived at gramedia shop, I always also ever visit the place so I just walk behind him.
When we entered the first floor there was no books, so we moved to the next floor and after we arrived at the second floor, there were no English books, so the security told to us that for English books at Third floor so I and my friend Very move to the third floor. but you know that at the time I also act like the local people there so like there and after we arrived I sow some Visitors they other Visitors set in the floor and while reading the book. I also read in the place in the floor people there we can relax the other people, I also after I took about books and I bought the book and I give my money to the Casir  and then we got down in the third floor you know at the time place I give my money got down to the second floor so the wall paint all the wall  white so all the  waiters white cloth its make me confuse I want to got down floor first before Mr. jeri but I didn’t now about the floor now about I sow the security because at the I thinking no good I was confuse the second floor and the security I told “what are you looking for” I didn’t enter the question there like that I didn’t find I just silent I turn down and than because Mr. Jeri laughed  for me I also following him  just laughed and I didn’t see, I pool Mr. Heri I ask him,  you go first I will followed you from behind,  I still was beside with the security I like run away because the security at the second floor had followed me. Ini apa ini………… Yeah……..that all about my funny story and thank you……….

Fatumuti, 31 Oktober 2010

PUISI YES

KEDATANGANNYA KULIHAT DIA

Sore itu jam 05.36
Yes Hati



TERLINTAS DALAM BENAK INI KEKALUTAN KEHAMPAAN
DATANG…..DATANG………. DAN SELALU DATANG
HAMPIR DI SETIAP CELA
CELA YANG SELALU MEMBERIKAN KESEMPATAN
SADARKU SEMENIT TAK MEMBUATNYA PERGI
YANG ADA
ADALAH DIA
SOSOK PENGHIBUR
ADALAH DIA
SOSOK PETAKA
DENGAN SEJUTA KEMELUTNYA
DENGAN SEJUTA KEMEWAHANNYA
DISAAT ITU AKU SADAR
BUKANKAH DIA YANG SELALU MENYADARKAN INSAN
INSAN-INSAN YANG TAK MAMPU MELANGKAH
KARENA DIA YANG MENYADARKAN KU
KEMBALI DALAM KEDAMAIAN YANG TERSELIP DALAM KEFANAAN DUNIA

SEMBARI BERPIKIR DIA DATANG MENYAPA
AROMA KEKALUTAN MEMUDAR
SEOLAH BERGATI KEINDAHAN
KEINDAHAN MEROBEK KALUT DALAM ALAM INI
TERSENYIUM MENANTAP KEJAUHAN
MASIH SAJA DIA
SELALU SAJA BERKUASA
WALAU HANYA SEKEJAP
TERASA MERONAHI SEMUA
BERTANYA DALAM HATI
APA DIA PUNYA SEMENIT’
SEMENIT SEPERTI INI?
BERLALU……………
BERUCAP PUJI DALAM BENAK
TERSADAR KEMBALI
AKAN KEHIDUPAN
KENYATAAN INI
SEPERTI INI
AKU MASIH BUTUH
PASTI PASTI PASTI DAN PASTI..........


Senin, 12 Desember 2011

KISAH MARI LONGA


oleh: Yosefina Kune

“Mari longa kao leka nua Utara Lio. Nara nua kai watu nggore naja nua ina maso leka ngenda adat nida. Mari Longa ka’o leka hiwa 1855. Longga rowa ne’e kemba kore. Hiwa ka’o mari Longga iwa mbe’o ngai iwa latu ata tuli.
‘Leja kai lo’o longa rawa pati naja leka ana kai ata haki ina leba rowa mete ana kai jadi ata iwa ta’u, iwa ta’u leka sai-sai naja leba ina ngere iwa cocok, leba lo’o ke ne rangu-rango kobe mulu ronga lowa  nipi tei kai ganti naja ana kai ne’e naja mari. Mari naja kaju, ne kuta kai bari raka ne’e maku raka ne’e.
“Nipi tei ronga lowa gati naja aha kai leba ne’e naja mari. Gati ne’e uba naja nai leba mera leka upacara adat. Leja ghe leba ata jadi mani tambu pawe ne’e negi.ele kai lo’o ronga iwa wema kelo aja ana kai mari leka emba kai mbana. Ne’e ngere ina longa aja ne didik ana mari we bou ne’e ata woso.
“Mari longa tembu jadi ata haki paule ne’e mberi leka nua ata kai mbana-mbana mai ne’e ema kai. Ebe aja silat leka ata haki nua. Ne’e cara ngere ina mari longa pera ola jago kai leka tebo ne’e pake mbendi le’e, ne’e tumba ana wo’o. gare ola jago mari longa mulai mbeo leka emba-emba. Leja ngeol Maumere. Leja ghea ina muaria latu perang ata mauria ne’e ata mego. Leja ghea ina mauria Rina bantu mari longa  we dheko perang ne’e ata mejo.perang ina utuh ata mauria ne bantu mari longa. Mari longa  dapa woso hadia, emas, jara, kamba ne se’inu ata fai naja kai Bela Bajo. Ata fai ina we tau jadi fai mari longa ata lima rua, nebu, ghea mari longa  latu fai imu lima esa ata fai ngere, nderu ndoki, kapi mbipi, fai bilu, weti atu, thidu am atu.
‘‘Mosalkai tan aria, longga woda pai mari longa ne’e ana buah kai we perang lawan ne’e ata lise londa. Perang ina utu ata tan aria ne bantu mari longa. Mai tanaria, mari longa ne’e ana jonggo kai ne’e woso ari-ari ne’e ipa-ipa kai mai sodho mosalaki pa’o pala, mai nua pu. Mosalaki ondo rina bantu mari longa ne’e ana jonggo kai we perang lawa diko lawi…..
diposkan oleh Hati

Selasa, 22 November 2011

ANCAMAN SUFMUTI DI KABUPATEN TTU

A.    Pendahuluan
Permasalahan utama dalam usaha peternakan di Negara-negara tropis termasuk Indonesia adalah factor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung pada metabolisme dan termoregulasi dalam tubuh ternak. Lingkungan yang relative panas menyebabkan sebagian ternak akan enggan makan sehingga secara kuantitas asupan zat makanan nutrient yang masuk dalam tubuh jadi berkurang. Disamping factor suhu, ketersediaan  hijauan pakan ternak yang berfluktuasi turut mempengaruhi keadaan.
Ketersediaan pakan ternak yang berfluktuasi dipengaruhi oleh iklim dimana pada musim kemarau terjadi kekurangan hijauan dan pada musim kemarau hijauan melimpah. Disamping itu mutu pakan ternak di daerah tropis ini sangat rendah dengan ditandai oleh kadar serat yang tinggi dan protein kasar yang rendah. Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak terutama pada daerah yang menghadapi masalah akibat kekruangan hijauan pakan ternak karena invasi gulma yang sulit diatasi salah satu gula sulit diatasi adalah kirinyu (Choromolaena Odorata), dimana kehadirannya tidak dikehendaki dalam suatu areal tertentu karena dianggap mengganggu tanaman/tumbuhan asli.
Penyebaran kirinyu (Choromolaena Odorata) berasal dari amerika tengah, tetapi kini telah menyebar ke daerah-daerah tropis dan subtropics. Gulma ini dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dan tubuh lebih baik lagi apabila mendapat cahaya matahari yang cukup (Vanderwoude et al. 2005). Kondisi yang ideal bagi gulma ini adalah dengan curah hujan > 100 mm/thn (Binggeli, 2007). Dengan demikian gulma ini dapat tumbuh  dengan baik di tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, tanah terlantar yang tidak terawat.
B.     Penyebaran Kirinyu (Choromolaena Odorata)/Sufmuti (Dawan)
Mc fadyen dalam Wilson dan widayanto (2004) memperkirakan bahwa kirinyu (Choromolaena Odorata) menyebar di kepulauan Indonesia sejak perang dunia II. Laporan pertama mengenai keberadaan kirinyu (Choromolaena Odorata) yaitu sejak keberadaannya di cagar alam pananjung jawa barat yang menyebabkan berkurangnya pakan ternak Banteng akibat invasi gulma ini. Daerah-daerah penyebaran kirinyu (Choromolaena Odorata) di Indonesia adalah Sumatra, Kalimantan, Lombok, Sumbawa, Flores, Timor, Sulawesi dan Irian Jaya. Wilson dan widayanto (2004).
C.    Karakteristik Kirinyu (Choromolaena Odorata)
Kirinyu (Choromolaena Odorata) termasuk keluarga anteraceae/compositae. Daunnya berbentuk oval, bagoan bawah daun lebih lebar, makin keujung makin runcing. Panjang daun 6-10 cm dan lebarnya 3-6 cm. tepi daun bergerigi, menghadap ke pangkal. Letak daun berhadap-hadapan, karang bunga terletak di ujung cabang. Setiap karangan terdiri dari 20-35 bunga. Warna bunga selagi muda kebiru-biruan, semakin tua menjadi coklat. kirinyu (Choromolaena Odorata) berbunga pada musim kemaraupembungaanya serentak selama 3-4 minggu ( Prawiradiputra,1985). Saat biji  masak tumbuhan mongering. Pada saat biji pecah terbawah angin. Kira-kira satu bulan setelah awal musim hujan, potongan batang, cabang dan pangkal batang bertunas kembali. Biji-biji yang jatuh ke tanah juga mulai berkecambah sehingga dalam waktu dua bulan berikutnya kecambah dan tunas-tunas telah terlihat mendominasi area.  Gulma ini dapat tumbuh pada ketinggian 1000-2800 m dpl.
D.    Anacaman (Chromolaena Odorata) Terhadap Padang Pengembalaan Di TTU
1.      Peternakan bagi masyarakat TTU
Dunia peternakan di NTT merupakan salah primadona selain cendana yang cukup mengharumkan nama daerah  ter-Timur dari Indonesia ini. Sebagian masyarakatnya menggantungkan hidup mereka pada peternakan. Walaupun hanya merupakan pekerjaan sambilan saja akan tetapi mampu menghidupi masyarakat dari segi ekonomi. Disebut pekerjaan sambian karena model penerapannya yang bersifat tradisional yakni ternak yang dipelihara dengan cara dilepas begitu saja pada padang dan digembalakan. Karena kepercayaan masyarakat akan perkembanganbiakan ternak yang dilepas sangat cepat sehingga memperkuat asumsi mereka untuk mengebangkan peternakan dengan cara tradisional. Selain factor diatas, padang pengembalaan yang begitu luas sehingga mendukung peternakan di daerah ini.
2.      Ancamannya bagi peternak tradisional di TTU
TTU merupakan salah satu daerah yang mempunyai andil dalam mengharumkan nama NTT dalam dunia peternakan. Sekitar 50% lahan yang ada di TTU adalah padang pengembalaan. Dewasa ini dengan perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertambahan penduduk yang begitu cepat sehingga menyebabkan penyempitan luasan padang pengembalaan akibat pemukiman.
Selain factor diatas adapula factor extrim yang sangat menggagu peternakan didaerah ini.  Factor tersebut adalah gulma kirinyu (chormolaena odorata) termasuk dalam jenis gulma. yang kehadirannya tidak dikehendaki pada suatu area atau pada lokasi tanaman lain tumbuh. Di TTU masyarakat menyebutnya dengan sufmuti. Biasanya ditemukan di lahan masyarakat, padang pengembalaan dan hampir disemua tempat ia dapat tumbuh dengan subur.  Bagi masyarakat di daerah ini gulma semacam ini merupakan tumbuhan yang sangat sulit untuk dimusnahkan.
Pada bidang peternakan di daerah ini kirinyu (chormolaena odorata) / (sufmuti) `dawan` dapat mennyebabkan :
a.       Lahan pengembalaan/padang pengembalaan semakin sempit
Peternakan di TTU bergantung pada padang pengembalaan karena ketersediaan pakan bagi ternak yang bersifat musiman sehingga menyebabkan penyempitan padang pengembalaan bagi peternak tradisional sehingga populasi peternakan semakin berkurang karena ruang gerak yang sempit.  
b.      Penurunan produksi pakan ternak
Pertumbuhan (chormolaena odorata) / (sufmuti) `dawan` yang terus meningkat menyebabkan pertumbuhan pakan ternak semakin berkurang akibat persaingan untuk mendapatkan asupan makanan dari tanah. Karena sifat dasar dari tanaman ini yang mengganggu bahkan mematikan bagi tanaman lain.
c.       Mematikan ternak karena beracun
Kirinyu (chormolaena odorata) / (sufmuti) `dawan` mengandung zat yang beracun sehingga menyebabkan kematian pada ternak bila dimakan.
d.      Berlindungnya serangga dan kuman
Karena kerimbunan gulma ini membuat serangga dan kuman penyakit dapat bersembunyi dengan aman, apabila dimakan ternak akan menyebabkan ternak mati.


Referensi :

KLH (2002) Keanekaragaman Jenis Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasive.
 KLH-the Nature Conservancy ; Jakarta
Bingeli P. 1997. chromolaena odorata. Woody palnt ecology.
 13 januari 2006

Jumat, 04 November 2011

New Shoes



                                                                                                                        Yes///..

Several days ago, I have made a planning to buy a new couple of shoes because I got money from my younger sister. Usually I use bad shoes so in my mind I must buy a new couple of shoes. When I arrived at Kefa I saw some place which sale shoes. After that I came in the shop which there is behind of Pharmacy. After I entered at the shop I saw some shoes and try these shoes. I take shoes and enter the question to servant like that
“What cost it is?”
And he goes enter the question   to here boss. 5 minutes latter he came and answer my question that: ”This shoes price is ninety hundred thousand”.
I think this price is very-very expensive and I want to reduce this price at eighteen hundred thousand. And she told to me if it cost nineteen its ok.
I think it is not bargain, so I get out from the shop. I came to shop at behind of there. Like a just I saw some shoes and I and servant are bargaining a price. I take shoes and because we promised with the price I pay and got out. In May way I’m very glad because this shoes.
Now I have new shoes so in my performance certainly very interesting.
After I arrived at home, my sister and younger sisters respected me like this ….
Wow….. new shoes o (in Indonesian and our habitual)
I’m very-very glad to hear that…..
After the day, in the morning I went to campus and I use this shoes, what happen,,………. After I arrived at campus I saw my shoes has broken… and I am very angry,,,,, I said in my heart like that stupid.. stupid…. stupid…. stupid…. stupid…. And stupid////
But I think it is only shoes why I must be sorry.?????? If I have money so I bought what more than good then this one. I think this is my bad experience and what happen to you..
      
  Fatumuti,  24 Oktober 2010

RITUS ADAT PERKAWINAN ANTAR SUKU DI KABUPATEN TTU (SUKU NINU DAN NINO)


 A. Pendahuluan
Manusia adalah makluk rasional yang berbeda dengan makluk hidup lainnya secara eksistensial dan secara rasional. Yang membedakannya adalah kebudayaan. Kebudayaan merupakan ruang lingkup dimana manusia hidup dan berkatifitas sehingga tercermin berbagai fenomena dan realitas yang mengandung makna dan nilai. Di dalam kebudayaan itulah nampak ciri khas ekstensial dan esensial dari manusia itu saat dilahirkan, dibentuk dan dibesarkan dalam ruang dan waktu yang di atur menurut tata cara, pola dan norma tertentu.
Rasionalitas manusia melebihi makluk hidup lainnya yang menunjukan ciri ekstensial dan esensial yang oleh Santo Agustinus (Dalam Hoebel, 1958 : 1) menunjukan keajaiban manusia. “Bahwa di dunia banyak keajaiban tetapi tidak ada yang lebih ajaib dari manusia. Keajaiban manusia melebihi gelombang laut, air yang sedang mengalir dan langit yang luar biasa”. Keajaibannya bukan terletak pada ketangkasan tubuh, kemolekan tubuh, tetapi pada cara berpikir, menemukan dan menciptakan cara-cara baru dalam hidupnya. Dari kemampuan itulah manusia menciptakan, memlihara dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Di tulis oleh Yosef hati Ninu
Relasi antar manusia dan kebudayaan digambarkan seperti mata uang dengan kedua sisinya. Dimana terjalin satu kesatuan yang tak terpisahkan. Jadi manusia sebagai pendukung tumbuh dan berkembangnnya kebudayaan. Sebaliknya kebudayaan mencerminkan identitas dan integritas manusia sebagai suatu masyarakat, suku atau bangsa.
Eksistensi manusia berbentuk wujud kebudayaan berupa tradisi yang merupakan suatu keberlangsungan proses dalam ruang dan waktu yang terjadi melalui dua mekanisme yang mempunyai hubungan sebab akibat. Ada mekanisme fisik dan ada mekanisme material, berupa benda-benda aterfak dan tatanan yang dihasilkan dan diwariskan oleh generasi terdahulu, ada pula mekanisme psikologi dan ada mekanisme ideal berupa warisan keyakinan, pengetahuan, simbol, norma dan nilai dari masa lampau itu. (Silab W, 2005 : 5).
Kedua  mekanisme diatas menunjukan dunia kehidupan manusia sebagai suatu dunia kebudayaan atau dunia penuh simbol dan makna. Dunia yang di dalamnya manusia berpredikat sebagai animal simbolicum (Ernst Cassirer, dalam Poepowardojo, Bertens 1982 : 11) artinya dalam dunia itu kita dapat melihat dan menemukan gambaran tentang identitas manusia yang berwujud kebudayaan yang terjadi secara dinamis.
Pulau Timor sebagai pulau terbesar di Propinsi Nusa Tenggara Timur sudah terkenal ke selur penjuru dunia karena kayu cendana putih (Santalum Album L)nya yang berkualitas tinggi. Salah satu komoditas dagang yang sangat bermanfaat dan khasiatnya mengundang minat para pedangang kuno dari berbagai bangsa untuk datang ke Nusantara ini terkecuali Pulau Timor. Berbarengan dengan kedatanga bangsa Portugis ada sekelompok pedangang yang menyebut dirinya topases (Portigis Hitam) dalam sebutan orang timor : Atoin Kaes Metan, yang merupakan suatu kelompok etnis keturunan  campuran (mixed desent) yang datang ke Pulau Timor selain berdagang  kayu cendana dan komoditas lainnya, juga menyebarkan Agama Kristen Katolik dikalangan penduduk asli yang masih kafir dan animisme. (Silab W, 2005 : 7)
Tradisi keagamaan yang diciptakan portugis hitam dengan dilandasi dengan iman Katolik selama beberapa ratus tahun telah menjadi pandangan hidup (way of life). Tradisi ini tidak hanya menciptakan dunia baru sebagai suatu realitas antologs tetapi juga suatu realitas kosmologis yang teratur dan bermakna di dalamnya terkandung nilai dan makna yang mengatur perilaku dari masyarakat Kaesmetan, Yang akhirnya menjadi suatu identitas budaya Atoin Kaemetan di Noemuti. Namun sebagaimana dikatakan di atas  bahwa kehidupan masyarakat tidaklah statis tetapi dinamis yang selalu mengalami gejolak perubahan. Masyarakat yang dinamis adalah masyarakat yang mengalami perubahan secara cepat. Namun perubahan disini bukan berarti perubahan yang cepat atau (progress) tetapi juga bisa berupa kemunduran pada beberapa bidang tertentu (Soekanto, 1998 : 335) 
Tulisan ini mencoba mengangkat budaya Atoin Kaes Metan dalam hal perkawinan (Ritus Hela Keta pada Suku Ninu pada Kefetoran Manikin dengan suku Nino yang berasal dari Kefetoran di Tumbaba) sebagai media komunikasi antar budaya. 
B. Kisah atau Cerita
Adat istiadat merupakan aturan-aturan yang mengatur berberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha-usaha orang-orang di dalam masyarakat itu sendiri untuk mengatur tentang tata tertib, tingkah laku, tutur kata anggota masyarakat, (Pringodigdo, 1797 ; 14). Tentang adat istiadat ini sebagai pedoman tertinggi dari hidup manusia, (Koendjaraningrat, 1990 ; 186-187)
Adat istiadat menurut orang timor dipandang dari segi etimologis, pranata sosial dan kebiasaan masyarakat Noemuti yang lebih dikenal dengan sebutan Atoin Kaemetan.
1.       Adat Istiadat / Nono
Secara etimologis Nono berarti tali hutan. Secara realis Nono direpresentasikan dengan sebuah batu ceper dililit dengan sebuah tali hutan yang diletakan di kaki tiang agung rumah adat atau lumbung suku atau marga (kanaf) ninu dan juga barang-barang lain yang disimpan bersama dengan dengan batu itu yang dianggap keramat/ memiliki kekuatan tertentu. Tanda ini merupakan simbol kesatua seluruh anggota suku marga (Kanaf) yang mengatur tentang pola dalam perilaku terutama tentang fase kelahiran, perkawinan, kematian. Hal inilah yang disebut dengan nono/norma, dan bila ada pelanggaran terhadapnya maka ada sanksi yang tergolong berat (opte ma’fena)
2.       Adat istiadat meliputi pranata kekerabatan dan pranata religius
Sebagai norma adat (nono) ini tergolong kedalam norma yang lebih tinggi yaitu mores (norma moral) norma keagamaan (norma religius) kedua hal ini ditandai dengan upacara adat kelahiran dengan tahap-tahapnya. Upacara  perkawinan dengan tahap-tahapnya
Bila terjadi pelanggaran harus segera dilakukan ritus pemulihan agar tidak terkena sanksi yang acap kali diluar kemampuan manusia yang harus ditaati setiap warga suku/marga pada saat memasuki tahap tertentu.
1.       Tata cara (folkways)
Berupa kebiasaan-kebiasaan (habits) demi menjaga sopan santus, saling menghormati, dalam hidup bermasyarakat. Folkways adalah kelasiman-kelasiman yang meliputi adat istiadat yang telah mejadi kebiasaan.
Atas dasar pemikiran diatas, pada masyarakat Atoin Kaesmetan khususnya dalam Kefetoran Manikin lebih khusus Suku Ninu memiliki tradisi Hela Keta pada perkawinan campuran antar suku.
Hela Keta berasal dari bahasa dawan yang terdiri dari dua suku kata yaitu ‘Hela’ dan ‘Keta’ Hela atinya menarik dan keta artinya lidi jadi secra harafia Hela Keta berarti upacara menarik Lidi. Dalam hal ini lidi dipandang sebagai pembatas atau pemisah antara kedua suku. Dalam konteks perkawinan antara dua suku yang berbeda yakni antara suku Ninu dari Kefetoran Manikin dan suku Nino dari Kefetoran Tumbaba.
Menurut informasi yang diperoleh  dari Bapak Fransiskus Ninu (salah seorang toko adat, usif pada kefetoran Manikin) yang mengatakan bahwa Hela Keta merupakan satu simbol atau bentuk pemulihan sumpah adat yang dilakukan oleh nenek moyang baik itu dari Suku Ninu Kefetoran Manikin maupun Suku Nino dari Kefetoran Tumbaba. Sumpah adat dalam bentuk apa yang terjadi pada pranata kekerabatan kedua suku, menurut beliau tidak ada kepastian. Hela Keta ini dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan terhadap kehidupan sosial dan budaya dimasa mendatang. Hal ini terdegar seperti mitos yang merupakan pemikiran intelektual dan bukan pula hasil logika, melainkan lebih merupakan orintasi sipritual dan mental untuk berhubungan dengan yang ilahi.
 
Bagi masyarakat yang berasal dari Suku Ninu pada Kefetoran Manikin, mitos berarti suatu cerita yang benar dan cerita ini merupakan milik mereka yang berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna, menjadi contoh model bagi mereka dalam bertindak, yang memberi makna dan nilai bagi kehidupan mereka.
Jadi Hela Keta ini bagi Suku Ninu dan Suku Nino merupakan media yang diciptakan untuk perdamaian, keharmonisan diantara kedua mempelai yang akan berumah tangga. Kisah dan cerita yang digambarkan disini selain melalui hasil wawancara juga melalui pengamatan secara langsung pada upacara perkawinan hela keta yang dilakukan, antara salah seorang anggota Suku Ninu (Permempuan) Kefetoran Manikin dan salah seorang anggota Suku Nino (Laki-Laki) dari Kefetoran Tumbaba.

C. Ritus
Ritus merupakan wujud konkret dari kehidupan beragama. Agar dunia menjadi tempat yang at home, Ritus perlu dilakukan. Melalui ritus manusia menghubungkan  diri dengan Ilahi. Dalam ritus manusia mengaktualisasikan kehadiran yang Ilahi. Dengan ritus manusia seakan-akan mendesak yang ilahi agar ia pun mau memperhatikan kehidupannya.
Namun manusia tidak hanya tahu mendesakan keinginannya. Dia juga dapat berhenti berlutut sejenak juga diahdapan yang ilahi. Dalam hal ini manusia harus mengambil sikap tertentu demi keselarasan hubungannya dengan yang ilahi. Maka dari sini kita bisa membedakan ritus kedalam 2 macam yakni ritus penyucian (purification) dan ritus korban (sacrifice) (Hans J. Daeng, 2000 : 82).
Motif utama dari tindakan penyucian atau purifikasi bukanlah pembebasan diri dari kotoran atau noda fisik, melainkan pelepasan diri dari yang jahat dan masuk kedalam dimensi yang baik. Kadang kala kekuatan hidup memang menyusut, hidup kadang memucat dan kehilangan kesegaran semuannya ini dikaui sebagai kekuatan jahat atas kehidupan manusia.
 
Maka kelemahan ini jangan dibiarkan melainkan harus dicega dengan dindakan kebersihan atau penyucian agar menjadi baru.
Ritus dan motif yang dilakukan pada uacara perkawinan antara suku ninu pada kefetoran maniki dan suku nino pada kefetoran manikin secara harafia dapat digambarkan sebagai berikut :
a.       Kesepakatan
Pada sistem perkawinan yang lazim dilakukan di Wilayah Timor terutama TTU, dilalui dari beberapa tahapan hingga sampai pada tahap hela keta. Pada tahap hela keta ini pun tahapan yang di lalui terlebih dahulu adalah kesepakatan. Kesepakan dimaksud adalah mengenai menyamakan persepsi tentang makna di balik hela keta, mencari tahu tentang sumpa adat dalam pranata apa yang dilakukan oleh nenek moyang kedua suku, hewan kurban apa yang pantas digunakan sebagai simbol, tempat Hela Keta, tata cara hela keta itu sendiri mulai
b.       Tempat
Tempat Hela Keta ini sungai atau kali (nono) dengan air yang mengalir merupakan media atau tempat yang biasa digunakan. Menurut Bapak Fransiskus Ninu, sungai/kali dengan air yang mengalir mengandung makna bahwa sungai merupakan pembatas atau pemisah antara hubungan kekerabatan kedua suku selain itu sungai merupakan media penghubung dan ketika airnya mengalir, akan membawa sumpah adat yang telah ada sejak dahulu
c.        Pihak yang terlibat
Pihak pihak yang terlibat dalam upacara adat hela keta ini adalah orang tua (aina ama) dari kedua pasangan suami istri sebagi pendamping. Paman (atoi amaf) dari kedua keluarga sebagai pelindung dan penasehat, dua orang juru bicara dari kedua suku, serta keluarga besar dari kedua suku tersebut.


 
a.       Pelaksanaan
Setelah waktunya, kedua suku dari keluarga pasangan suami istri bertemu ditempat yang telah ditentukan yakni sungai/kali, maka kedua bela pihak berada pada sisi sungai dan pihak laki-laki tidak boleh menyentuh air sebelum upacara dilakukan. Untuk melangsungkan upacara tersebut maka media yang akan digunakan sudah dipersiakan. Media tersebut adalah tempat siri (kabi) isinya siri (manus), pinang (puah), kapur siri (ao),uang perak (loet fatu), sopi kampung (tua meto), babi/ayam (manu/fafi), lidi (keta)
Makna dari pada simbol-simbol yang digunakan tersebut adalah
1.       Sungai
Merupakan simbol pembatas dari kedua suku
2.       Lidi
Merupakan simbol pembatas, parang dan tombak yang lasim digunakan untuk berperang.
3.       Sopi dan tempat siri
Merupakan simbol perdamaian dan kebersamaan
4.       Hewan kurban
Menurut keyakinan kedua suku hewan kurban merupakan sesuatu yang panas (darah dan daging)

Setelah semua media itu disiapkan maka, dilanjutkan dengan preoses dari pada Hela Keta yakni :
1.       Tutur adat (natoni)
Tutur adat dilakukan dengan cara :
a.       Pihak perempuan melalui juru bicara menayakan maksud dari pihak laki-laki dengan bahasa adat

 
1.       Pelepasan lidi (nahoeb keta)
Sebelum melakukan pelepasan lidi (keta) salah satu pihak menyampaikan kepada nenek moyang dan penguasa alam semesta bahwa pada hari itu pula telah di akhiri sumpah adat yang telah terjadi sejak dahulu sehingga kehidupan keluarga dari kedua pasangan suami istri kedepan berjalan dengan baik dan kedua lidi tersebut dilepaskan kedalam aliran sungai sebagai tanda bahwa air yang mengalir telah membawa masalah tersebut
2.       Jabat tangan (makan siri bersama)
setelah dilakukan pelepasan kedua siri dilanjutkan dengan saling jabat tangan antara kedua bela pihak terutama laki-laki dan perempuan, dan saling melayani untuk memakan sirih yang digunakan dalam upacara tersebut.
3.       Penyembelian hewan kurban
Penyembelian hewan kurban merupakan proses terakhir dari rangkaian upacara adat tersebut. Akan tetapi sebelum melanjutkan perjalanan pulang maka, semua daging dari hasil penyembelian hewan tersebut harus dimakan samapi habis dan tidak boleh ada yang tersisa/ biasanyan disebut (tah tabua) makan bersama.

D. Makna
Makna yang dipetik dari upacara hela keta pada perkawinan antara Suku Ninu (Kefetoran Maniki) dan Suku Nino (Kefetoran Tumbab) yang dilaksanakan sebagai bentuk penyucian pelepasan sumpah adat yang dilakukan sejak dahulu oleh nenek moyang kedua suku tersebut. Upacara ini merupakan sebuah simbol dan mitos yang oleh (J. Van Baal, dalam Daeng J. Hans 2000 : 81) “cerita didalam kerangka sistem suatu religi yang dimasa lalu atau kini telah atau sedang berlaku sebagai kebenaran keagamaan”. Melalui mitos dan simbol itulah manusia berusaha berorientasi dalam kehidupan ini; ia tahu ia datang dan kemana ia pergi; asal usul dan tujuan hidupnya dibeberkan dalam mitos dan simbol tersebut.

 
Motif utama dari tindakan penyucian atau purifikasi bukanlah pembebasan diri dari kotoran atau noda fisik, melainkan pelepasan diri dari yang jahat dan masuk kedalam dimensi yang baik. Kadang kala kekuatan hidup memang menyusut, hidup kadang memucat dan kehilangan kesegaran semuannya ini dikaui sebagai kekuatan jahat atas kehidupan manusia. Maka kelemahan ini jangan dibiarkan melainkan harus dicega dengan dindakan kebersihan atau penyucian agar menjadi baru. Dan menurut pandangan Syukur Dister, dalam Daeng J. Hans 2000 : 81) hal ini merupakan pedoman dan arah kepada sekelompok orang yang berintikan lambang,  yang mengantarkan manusia dan daya-daya kekuatan alam.